Konsep Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
Konsep hierarki peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Menurut Hans Kelsen pada dasarnya terdapat dua golongan norma dalam hukum, yakni norma yang bersifat inferior dan norma yang bersifat superior. Validitas dari norma yang lebih rendah (inferior) dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di atasnya (superior).
Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum berbentuk stupa yang terdiri dari bagian-bagian tertentu. Adapun hierarki bagian tersebut adalah:
a. norma dasar (staatsfundamentalnorm);
b. norma yang sifatnya dasar dan luas (staatsgrundgesetz);
c. norma yang sifatnya konkret dan terperinci (formellgesetz);
d. peraturan pelaksana (verordnungsatzung); dan
e. peraturan otonom (autonome satzung).
Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Indonesia
Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga mengenal hierarki. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menerangkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indoensia terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR);
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/Perppu);
4. Peraturan Pemerintah (PP);
5. Peraturan Presiden (Perpres);
6. Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi); dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota).
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indoensia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Jenis peraturan perundang-undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
4. Mahkamah Agung (MA);
5. Mahkamah Konstitusi (MK);
6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
7. Komisi Yudisial (KY);
8. Bank Indonesia (BI);
9. Menteri;
10. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UU atau Pemerintah atas perintah UU;
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan
12. Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Prinsip-prinsip Dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
Ada 4 (empat) prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan yakni sebagai berikut:
1. Lex Superiori Derogat Legi Inferiori
Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
2. Lex Specialis Derogat Legi Generali
Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama.
3. Lex Posteriori Derogat Legi Priori
Peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini berlaku saat ada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan tujuan mencegah ketidakpastian hukum.
4. Peraturan hanya bisa dihapus dengan peraturan yang kedudukannya sederajat atau lebih tinggi.
Sumber: https://www.hukumonline.com/klinik/a/hierarki-peraturan-perundang-undangan-di-indonesia-cl4012/https://www.hukumonline.com/klinik/a/hierarki-peraturan-perundang-undangan-di-indonesia-cl4012/