Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan serius, bersifat transnasional dan terorganisir rapi, menyangkut harga diri bangsa dengan modus operandi yang makin rumit. Demikian disampaikan IPDA Susana E. Djangu, S.H. mengawali pemaparannya dalam acara Sosialisasi Kadarkum Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang di Desa Banjar Sari, kemarin (26/10/2023).
"Penanganan TPPO sangat memerlukan kerja sama yang serius dan sungguh-sungguh dari berbagai instansi terkait di Indonesia serta kerja sama antar negara, khususnya negara asal dengan negara tujuan. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sejak tahun 2019 hingga 2021 tercatat sebanyak 1.331 orang menjadi korban TPPO dimana 97% atau 1.291 diantaranya adalah perempuan dan anak-anak", imbuhnya.
Perdagangan Orang menurut ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 (UU 21/2007) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Kemudian, setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam UU 21/2007 tersebut dikategorikan sebagai TPPO.
Ancaman pidana bagi pelaku TPPO yaitu pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus ribu rupiah). Pidana akan ditambah 1/3 (satu per tiga) apabila TPPO dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi atau korporasi seperti instansi tenaga kerja dan kepolisian.
Adapun akar masalah TPPO diantaranya adalah masalah kemiskinan, pendidikan rendah, lapangan pekerjaan minim, dan budaya lokal setempat, sehingga banyak korban yang tertipu oleh iming-iming pekerjaan di luar negeri dengan biaya murah bahkan gratis namun akan mendapat gaji besar. "Berdasarkan investigasi kami, para korban mengakui bahwa mereka tergiur pekerjaan di luar negeri dengan gratis karena mereka selama ini tidak punya pekerjaan dan tidak punya keahlian apa-apa yang diandalkan", papar Kanit PPA Polres Lombok Timur tersebut.
Acara Sosialisasi Keluarga Sadar Hukum Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini digagas dan diselenggarakan oleh ibu-ibu Tim Penggerak PKK Desa Banjar Sari. Peserta terdiri dari seluruh anggota PKK bersama semua Kepala Wilayah se-Desa Banjar Sari sebagai representasi masyarakat, sehingga sosialisasi dapat diteruskan ke lingkungan masing-masing secara lebih komprehensif. Bergabung juga semua Perangkat Desa dan berkenan memberikan sambutan sekaligus membuka acara yakni Kepala Desa Banjar Sari Bapak Asmiluddin, S.Sos.,M.H.