Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan program rehabilitasi sosial kepada perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 (Permensos 16/2019) tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial yang dimaksud dengan program rehabilitasi sosial adalah program yang bersifat holistik, sistematik, dan terstandar guna mengembangkan fungsi sosial yang meliputi kapabilitas sosial dan tanggung jawab sosial untuk klaster anak, lanjut usia, penyandang disabilitas, tuna sosial, dan korban perdagangan orang, serta korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Berdasarkan kewenangan tersebut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial mempersiapkan dan melaksanakan serta melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan terkait penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS). Hal tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial pada tingkat pusat, melalui penguatan koordinasi antar kementerian dan lembaga, serta koordinasi di daerah. Selain itu, untuk menyelenggarakan upaya pencegahan terhadap tindakan diskriminatif pada PPKS maka Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial melakukan kampanye penyadaran masyarakat, serta penguatan sumber dan potensi masyarakat melalui bimbingan teknis dan peningkatan kapasitas dalam upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan kebutuhan PPKS.
Sedangkan di tingkat daerah, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial berupa memberikan layanan langsung di masyarakat sebagai wujud penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak PPKS. Secara teknis upaya tersebut dilakukan melalui program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI). Pelaksanaan ATENSI tersebut bertujuan untuk mencapai keberfungsian sosial individu, keluarga, dan komunitas. Pelaksanaan dilakukan oleh balai besar/balai/loka Rehabilitasi Sosial dan dapat bermitra dengan unit pelaksana teknis daerah dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).
Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2020 (Permensos 16/2020) tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial, dijelaskan bahwa ATENSI adalah layanan rehabilitasi sosial yang menggunakan pendekatan berbasis keluarga, komunitas, dan/atau residensial melalui kegiatan dukungan pemenuhan hidup layak, perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak, dukungan keluarga, terapi fisik, terapi psikososial, terapi mental spiritual, pelatihan vokasional, pembinaan kewirausahaan, bantuan dan asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas.
ATENSI menitikberatkan pada perubahan paradigma dari pelayanan sosial sektoral/fragmentaris menjadi pelayanan sosial terpadu dan berkelanjutan (one stop services/single window services); menjangkau seluruh warga yang mengalami masalah sosial (universal approach) dan strategi inklusif; merespon masalah aktual secara komprehensif, terstandarisasi dan professional, sehingga siapapun PPKS yang mengalami permasalahan sosial akan mendapatkan layanan. Pelaksanaan ATENSI dilakukan secara sistematis dan terstandar mengutamakan pencegahan serta mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta masyarakat.
Layanan ATENSI dilakukan dengan menggunakan metode manajemen kasus dalam praktek pekerjaan sosial. Manajemen kasus merupakan salah satu metode intervensi yang dilakukan oleh pekerja sosial yang ditujukan untuk memberikan pelayanan komprehensif dalam menangani kebutuhan dan permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan medis dan psikososial (Brooks, 2010; Tristanto, 2020). Terkait dengan ATENSI, manajemen kasus dilaksanakan sebagai suatu langkah sistematis untuk mengatur dan melakukan layanan dalam rangka mengatasi masalah perlindugnan dan/atau kesejahteraan yang kompleks secara tepat, sistematis, dan tepat waktu melalui dukungan langsung dan rujukan sesuai dengan tujuan pelayanan.
Pelaksanaan manajemen kasus yang baik memerlukan seorang manajer kasus dan pola penanganan setiap klien yang mungkin berbeda-beda. Praktek manajemen kasus menjadi praktek profesional karena penanganan PPKS tidak saja dilakukan oleh seorang pekerja sosial namun ditangani pula oleh ahli/profesi lainnya yang relevan sesuai dengan kebutuhan penanganan setiap kasus PPKS. Manajemen kasus juga memerlukan sistem referal/rujukan yang baik dan sistem jaringan pelayanan dengan lembaga lain yang mudah di akses klien (Susilawati,2015). Penggunaan manajemen kasus memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
1. Manajemen kasus memungkinkan penyelesaian kasus secara sistematik karena setiap tahapan jelas dan terkontrol oleh supervisi dan monitoring;
2. Penyelesaian kasus yang holistik dan komprehensif karena akan dibahas secara komprehensif dalam proses pembahasan kasus (case conference);
3. Manajemen kasus menjamin PPKS memperoleh layanan sesuai dengan kebutuhannya karena jejaring yang dibangun oleh sistem manajemen kasus yang melibatkan multisektoral.
Oleh : Aris Tristanto
Sumber: https://puspensos.kemensos.go.id/asistensi-rehabilitasi-sosial-atensi