Istilah pinisi, pinisiq, pinisi', atau phinisi mengacu pada jenis sistem layar, tiang-tiang, layar dan konfigurasi tali dari suatu jenis kapal layar Indonesia, terutama dibangun oleh suku Konjo, sebuah kelompok sub etnis Bugis (Makassar) yang sebagian besar merupakan penduduk di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. UNESCO menetapkan seni pembuatan kapal Pinisi sebagai Krya Agung Warisan Manusia yang Lisan dan Tak Benda pada 7 Desember 2017.
Kapal Pinisi adalah sebuah kapal bersistem layar, memliki tujuh hingga delapan layang pada dua tiang, diatur dengan yang mriip dengan sekunar-keci. Disebut demikian karena semua layarnya adalah layar depan-belakang, berbaris di sepanjang garis tengah dari lambung pada dua tiang dimana tiang di buritan akpal agak lebih pendek daripada yang ada di haluan.
SEJARAH
Menurut penelitian, pada abad XIX para Pelaut Sulawesi mulai menggabungkan layar-layar persegi panjang besar dari layar tanjaq dengan jenis-jenis layar depan dan belakang yang mereka lihat di kapal-kapal Eropa yang berkeliaran ke Nusantara. Sejak awal abad XVIII, VOC mulai membangun kapal-kapal bergaya Eropa untuk perdagangan inter Asia di galangan-galangan Jawa, sehingga terus memperkenalkan metode konstruksi dan rig baru, termasuk versi Belanda dari layar depan dan belakang yang baru. Selama abad XIX, Angkatan Laut Koloninal dan perusahaan perdagangan Eropa, India, dan Cina mengoperasikan sekunar barat yang jumlahnya terus meningkat tetapi meskipun laporan sejak awal tahun 1830 menyebutkan perahu, sekunar dengan layar kain digunakan oleh Bajak Laut yang beroperasi di Selat Malaka.
Pinisi berevolusi dari lambung dasar padewakang dengan layar depan dan belakang ke model lambung sendiri dengan layar pinisi pribumi. Selama dekade-dekade evolusi ini, para Pelaut Indoensia dan pembangun kapal mengubah beberapa fitur dari sekunar Barat yang asli. Pinisi asli Sulawesi pertama diperkirakan dibangun pada tahun 1906 oleh Pengrajin Perahu Ara dan Lemo-Lemo, mereka membangun perahu pinisi pertama untuk seorang Nakhoda Bira.
Pada mulanya, layar sekunar dipasang di atas lambung padewakang, tetapi setelah beberapa lama Pedagang Sulawesi memutuskan untuk menggunakan palari berhaluan tajam yang lebih cepat. Seluruh lambung adalah ruang kargo dan hanya ada kabin kecil untuk Kapten ditempatkan di dek buritan, sementara kru tidur di dek atau di ruang kargo. Dua kemudi panjang yang dipasang di sisi buritan seperti yang diguankan pada padewakang, dipertahankan sebagai perangkat kemudi.
Sejak tahun 1930-an, kapal layar ini mengadopsi jenis layar baru yaitu layar nade yang berasal dari cutter dan sloop yang digunakan oleh pencari mutiara Barat dan pedagang kecil di Indonesia Timur. Selama tahun 1970-an semakin banyak palari-pinisi yang dilengkapi dengan mesin, lambung, dan layar kapal tradisional Indonesia dengan cepat berubah. Oleh karena desain lambung pribumi tidak cocok untuk dipasangkan mesin, lambung tipe lambo menjadi alternatif. Pada tahun-tahun berikutnya kapasitas muatan terus ditingkatkan hingga hari ini rata-rata Perahu Layar Motor (PLM) dapat memuat hingga 300 ton.
Disebabkan layar mereka hanya digunakan untuk mendukung mesin, layar belakang dari hampir semua PLM dihilangkan. Pada kapal yang lebih besar dipasang sebuah rig pinisi, sementara kapal berukuran sedang dipasang dengan layar nade. Namun karena tiang mereka terlalu pendek dan area layarnya terlalu kecil, kapal ini tidak dapat bergerak hanya dengan layar sehingga mereka menggunakannya hanya pada angin yang menguntungkan.
JENIS LAMBUNG KAPAL PINISI
Ada beberapa jenis kapal bersistem layar pinisi namun pada umumnya ada 2 (dua) jenis:
1. Palari adalah bentuk awal lambung pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba. Biasanya dikemudikan dengan 2 (dua) kemudi (rudder) samping di buritan. Jenis yang sudah bermesin juga dilengkapi kemudi di belakang baling-baling, tetapi kebanyakan kapal pinisi bermesin menggunakan lambung jenis lambo.
2. Lamba atau Lambo. Pinisi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan dilengkapi dengan motor diesel menggunakan lambung ini. Lambing ini menggunakan 1 (satu) kemudi tengah, tetapi beberapa ada yang memiliki 2 (dua) kemudi samping sebagai hiasang/tambahan saja.
Di era globalisasi, pinisi sebagai kapal barang berubah fungsi menjadi kapal pesiar mewah komersial maupun ekspedisi yang dibiayai oleh investor lokal dan luar negeri, dengan interior mewah dan dilengkapi dengan peralatan menyelam, permainan air untuk wisata bahari dan awak yang terlatih dan diperkuat dengan teknik modern. Salah satu contoh kapal pesiar mewah terbaru adalah Silolona.
Kapal Pinisi umumnya memiliki panjang 20-35 meter dengan berat sekitar 350 ton. Layarnya bisa mencapai tinggi 30 meter di atas dek, yang kecil berlambung jenis palari dan hanya sepanjang sekitar 10 meter. Pada 2011 sebuah Pinisi besar telah diselesaikan di Bulukumba, Sulawesi Selatan, memiliki panjang 50 meter dan lebar 9 meter dengan tonase sekitar 500 ton.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pinisi