Mengutip firman Allah swt dalam QS ad-Dzariyat: 56 "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu." Kemudian firmanNya "Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'. Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui' (QS al-Baqarah: 30)."
Dua ayat di atas menegaskan bahwa manusia merupakan makhluk berketuhanan sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk berketuhanan, wajib baginya mengabdi, tunduk dan patuh, serta berpegang teguh pada ajaran agama Allah yakni Islam. Sementara sebagai makhluk sosial yang merupakan bagian dari aktualisasi sebagai makhluk berketuhanan, mereka harus menjalin silaturrahim dan kerja sama yang baik, jujur, amanah, yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Berdasarkan kondisi tersebut, manusia berkembang secara dinamis sehingga kebutuhan hidup manusia juga semakin berkembang, begitu juga tantangan hidupnya pun berkembang pesat. Dengan demikian ketergantungan manusia kepada sesamanya juga semakin tinggi. Maka lahirlah pekerjaan, yang dengan lapangan pekerjaan seseorang dapat memenuhi keutuhannya sekaligus menolong pemenuhan kebutuhan orang lain.
PENGERTIAN PROFESIONALISME
Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Profesional berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok yang disebut profesi, yang artinya pekerjaan tersebut bukan pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka. Profesi sendiri diartikan sebagai pandangan untuk selalu berfikir, berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan penuh dedikasi demi keberhasilan pekerjaannya.
Dengan pengertian tersebut, profesionalisme sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu perusahaan, organisasi, dan lembaga. Perusahaan, organisasi, dan sejenisnya tersebut kalau ingin berhasil program-programnya maka harus melibatkan orang-orang yang mampu bekerja secara profesional. Tanpa sikap dan perilaku profesional maka lembaga/organisasi tersebut tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, bahkan bisa mengalami kebangkrutan.
Dalam realitas masyarakat, banyak ditemukan adanya perusahaan, organisasi, dan lembaga dengan kategori maju, sedang, atau biasa-biasa. Diantara faktor yang mempengaruhi kemajuan dan kemunduran perusahaan atau lembaga tersebut adalah sikap dan perilaku profesional dari orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama para pemimpinnya.
NILAI-NILAI ISLAM YANG MENDASARI PROFESIONALISME
Ajaran Islam sebagai agama universal sangat kaya akan pesan-pesan yang mendidik bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifah yang mengatur dengan baik bumi dan isinya. Pesan-pesan yang sangat mendorong kepada setiap muslim untuk berbuat dan bekerja secara profesional yakni bekerja dengan benar, optimal, jujur, disiplin, dan tekun.
Akhlak Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang memiliki sifat-sifat yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme yaitu:
1. Sifat Kejujuran (shiddiq)
Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting untuk membangun profesionalisme. Hampir semua bentuk usaha yang dikerjakan bersama menjadi hancur karena hilangnya kejujuran. Oleh sebab itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi Rasululloh saw dan sifat ini pula yang selalu diajarkan oleh Islam melalui al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Kegiatan yang dikembangkan di dunia organisasi, perusahaan, dan lembaga modern saat ini sangat ditentukan oleh kejujuran. Demikian pula tegaknya negara sangat ditentukan oleh sikap hidup jujur para pemimpinnya. Ketika para pemimpinnya tidak jujur dan korup, maka negara itu menghadapi problem nasional yang sangat berat dan sangat sulit untuk membangkitkan kembali.
2. Sifat Tanggung Jawab (amanah)
Sikap bertanggungjawab juga merupakan sifat akhlak yang sangat diperlukan untuk membangun profesionalisme. Suatu perusahaan/organisasi/lembaga apapun pasti hancur bila orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak amanah.
3. Sifat Komunikatif (tabligh)
Salah satu ciri profesional adalah sikap komunikatif dan transparan. Dengan sifat komunikatif, seorang penanggungjawab suatu pekerjaan akan dapat menjalin kerja sama dengan orang lain lebih lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya untuk melakukan kerja sama atau melaksanakan visi dan misi yang disampaikan. Sementara degnan sifat transparan, kepemimpinan diakses semua pihak, tidak ada kecurigaan, sehingga semua masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan apresiasi yang tinggi kepada kepemimpinannya. Dengan demikian perjalanan sebuah organisasi akan berjalan lebih lancara serta mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.
4. Sifat Cerdas (fathanah)
Dengan kecerdasannya seorang profesional akan dapat melihat peluang dan menangkap dengan cepat dan tepat. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang cerdas akan cepat dan tepat dalam memahami problematika yang ada di lembaganya. Ia dengan cepat memahami aspirasi anggotanya sehingga setiap peluang dapat segera dimanfaatkan secara optimal dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran.
Disamping itu, masih terdapat pula nilai-nilai Islam yang dapat mendasari pengembangan profesionalisme, yaitu:
1. Bersikap Positif dan Berfikir Positif (husnudzon)
Berfikir positif akan mendorong setiap orang melaksanakan tugas-tugasnya lebih baik. Hal ini disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Husnudzon tersebut tidak saja ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama adalah bersikap dan berfikir positif kepada Allah swt. Dengan pemikiran tersebut, sesorang akan lebih bersikap objektif dan optimistik. Apabila ia berhasil dalam usahanya tidak menjadi sombong dan lupa diri, sebaliknya apabila gagal tidak mudah putus asa dan menyalahkan orang lain. Sukses dan gagal merupakan pelajaran yang harus diambil untuk menghadapi masa depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada Allah swt.
2. Memperbanyak Silaturrahim
Dalam Islam kebiasaan silaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda keimanan. Namun dalam dunia profesi, silaturrahuim sering dijumpai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam tradisi ini akan terjadi saling belajar.
3. Disiplin Waktu dan Menepati Janji
Begitu pentingnya disiplin waktu, al-Qur'an menegaskan makna waktu bagi kehidupan manusia dalam surat al-'Asr yang diawali dengan sumpah "Demi Waktu". Begitu juga menepati janji, al-Qur'an menegaskan hal tersebut dalam ayat pertama al-Maidah, sebelum memasuki pesan-pesan penting lainnya. "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu," yang dimaksud aqad-aqad adalah janji-janji sesama manusia.
4. Bertindak Efektif dan Efisien
Bertindak efektif artinya merencanakan, mengerjakan, dan mengevaluasi sebuah kegiatan dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup, tidak boros, dan memnuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efisien.
5. Memberikan Upah secara Tepat dan Cepat
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang mengatakan berikan upah kadarnya, akan mendorong sesorang pekerja atau pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula. Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas-malas karena dia harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya-karyanya tidak dihargai secara memadai.
Berdasarkan uraian di atas dapat simpulkan bahwa Islam adalah agama yang menekankan arti penting amal dan kerja. Islam mengajarkan bahwa kerja harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
Pertama, bahwa pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan kesadaran dan pengetahuan yang memadai sebagaimana firman Allah yang artinya, "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. al-Isra: 36)
Ke dua, pekerjaan harus dilakukan berdasarkan keahlian berdasarkan sabda Nabi, "Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancuran."
Ke tiga, berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik. Dalam Islam, amal dan kerja harus dilakukan dalam bentuk yang shalih, sehingga makna amal shalih dapat dipahami sebagai kerja sesuai standar mutu, baik mutu dihadapan Allah maupun dihadapan manusia rekanan kerjanya.
Ke empat, pekerjaan itu senantiasa diawasi oleh Allah, Rasulullah, dan masyarakat. Oleh karena itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Ke lima, pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi.
Ke enam, pengupahan harus dilakukan secara tepat dan sesuai dengan amal atau karya yang dihasilkannya.
Kontributor: Qais al-Faqir (Dusun Gubuk Masjid - Loangtuna)