Teringat sebuah lirik lagu lawas dari Nafa Urbach, "kau dimana saat hatiku rindu, kau dimana saat hatiku pilu, kau kemana melabuhkan hatimu, ..." Iya, saat-saat seperti ini pertanyaan itu muncul di tengah masyarakat dengan merebaknya virus Corona atau Covid-19 di Indonesia. Pertanyaan yang ditujukan kepada Pemerintah Desa Banjar Sari oleh masyarakatnya. Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena gencarnya arus informasi yang terjun ke tengah-tengah masyarakat hingga ke pelosok-pelosok, melebihi derasnya hantaman air terjun Niagara atau seperti hembusan badai pasir Gurun Sahara.
Ketika pada pagi harinya Pemerintah Pusat di Jakarta menggelontorkan wacana tentang berbagai kebijakan terkait penanganan dampak Covid-19, seketika itu juga masyarakat seakan mendapat tiupan angin segar, lebih-lebih yang terkait dengan jaminan sosial di bidang ekonomi. Santer terdengar di tengah masyarakat bahwa setiap keluarga tanpa terkecuali akan mendapat jaminan hidup selama 3 (tiga) bulan sebesar Rp600.000,- (enam ratus ribu rupiah) /bulan.
Lalu, sebenarnya siapa yang berhak menerima bantuan-bantuan tersebut? Bagaimana mekanisme dan kriteria keluarga yang harus dapat bantuan? Dimana posisi Pemerintah Desa saat ini? Akankah Pemerintah Desa benar-benar adil dan transparan untuk pendataan? Tidakkah akan terjadi kesimpangsiuran lagi sebagaimana dengan program-program sebelumnya?
Kawan,
perlu diketahui bahwa acuan dan panduan Pemerintah Desa sudah jelas dan tidak akan lepas dari Undang-Undang maupun Peraturan Perundang-Undangan, karena segala bentuk kebijakan akan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan. Perlu ditegaskan bahwa aturan-aturan tersebut secara berjenjang turun mulai dari Pemerintah Pusat di Jakarta kemudian diteruskan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten, bahkan dipertegas melaui SOP atau Juklak/Juknis di lapangan. Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Pemerintah Desa tidak akan bisa melakukan improvisasi bahkan inovasi melebihi batas kewenangannya.
Bahkan pidato seorang Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan tidak bisa dijadikan rujukan hukum untuk melegitimasi Pemerintah Desa dalam mengeksekusi isi pidato itu kecuali dibarengi dengan surat Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Menteri (Permen), atau lain-lain peraturan hukum yang legal. Undang-Undang dan/atau Peraturan Perundang-Undangan tersebut harus tertuang hitam di atas putih dan diterima oleh Pemerintah Desa.
Kawan,
perlu diketahui bahwa terkait bantuan-bantuan sosial sebagai dampak ekonomi dari wabah Covid-19 ini, Pemerintah menyalurkannya melalui berbagai pintu dengan mengambil sumber dana yang beragam.
Pertama, dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi keluarga penerima program PKH/BPNT. Sumber data penerimanya diambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS/BDT).
Ke dua, dana yang bersumber dari APBD Provinsi dengan nama program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang dimana sumber data penerimanya diambil dari DTKS/BDT Non PKH/BPNT.
Ke tiga, dana yang bersumber dari Dana Desa dengan nama program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa dimana Pemerintah Desa berinisiatif untuk mengambil datanya dari keluarga fakir/miskin yang belum terdaftar di DTKS/BDT sehingga seluruh keluarga yang berhak dapat diakomodir.
Kawan,
rincian di atas menggambarkan bahwa kondisi ini benar-benar membuat Pemerintah Desa berfikir dan bekerja keras menerapkan asas keadilan/pemerataan. Namun kembali lagi Pemerintah Desa memiliki wewenang terbatas berdasarkan juklak/juknis yang ada. Sebagai ilustrasi menurut sumber yang ada bahwa untuk Desa Banjar Sari, jumlah keluarga penerima PKH/BPNT sebanyak 418, proyeksi (karena belum realisasi) penerima JPS Gemilang sebanyak 189 keluarga, dan tersisa keluarga yang belum pernah menerima bantuan sebanyak 299 keluarga (dari total 906 keluarga di DTKS/BDT). Pemerintah Desa masih menunggu program dari Pemerintah Kabupaten melalui APBD Kabuapten.
Di atas sudah disampaikan bahwa Pemerintah Desa terikat oleh regulasi sehingga tidak bisa mengalokasikan dengan bebas Dana Desa untuk penanganan Covid-19 ini, hanya boleh mengambil sebesar 30% Dana Desa. Silakan kawan-kawan cek di Permendesa Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, pada Lampiran II Sistematika Contoh-contoh Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 huruf Q nomor 3 pada halaman 80. Catatan lainnya adalah alokasi 30% Dana Desa tersebut tidak seluruhnya untuk BLT Desa namun termasuk di dalamnya biaya operasional lain seperti penyemprotan disinfektan, penyediaan bak CTPS, pengadaan masker, dan lain-lain.
Kawan,
marilah kita menilai segala sesuatunya secara proporsional dan bertanggungjawab, menyaring setiap berita yang diterima dengan bijak, melakukan tabayyun atau klarifikasi kepada pihak-pihak terkait, kemudian mengedukasi masyarakat untuk terus berikhtiar dan berdo'a semoga situasi ini segera berakhir.
Pintu Kantor Desa selalu terbuka lebar untuk melakukan tabayyun maupun meminta keterangan tentang kebijakan-kebijakan yang ada.
Kontributor dan Penulis: Operator Desa Banjar Sari