MENGENAL PRIBADI ABDUS SALAM DARI PAKISTAN
Abdus Salam dilahirkan pada tanggal 29 Januari 1926 di Jhang, sebuah kota kecil di Pakistan. Ia merupakan fisikawan muslim terbaik abad 21. Ayahnya seorang pegawai dalam Dinas Pendidikan dalam daerah pertanian. Keluarga Abdus Salam mempunyai tradisi pembelajaran dan alim.
Dalam usia sangat muda (22 tahun) Salam meraih gelar Doktor Fisika Teori dengan predikat summa culmlaude di University of Cambridge, sekaligus meraih gelar Profesor Fisika di Universitas Punjab, Lahore. Khusus untuk pelajaran Matematika ia bahkan meraih nilai rata-rata 10 di St. John's College, Cambridge. Salam adalah satu dari empat muslim yang pernah meraih Hadiah Nobel, tiga lainnya adalah Presiden Mesir Anwar Sadat (Nobel Perdamaian, 1978), Naguib Mahfoud (Nobel Sastra, 1988), dan Presiden Palestina Yasser Arafat (Nobel Perdamaian, 1995).
Penerima gelar Doktor Sains Honoris Causa dari 39 universitas/lembaga ilmiah dari seluruh dunia ini, yang sekali waktu pernah menyebut dirinya sebagai penerus ilmuwan muslim seribu tahun yang silam, telah menyatakan dengan tegas: harga diri suatu ummat kini tergantung pada penciptaan prestasi ilmiah dan teknologi. Harga diri itu, seperti yang telah dibuktikan oleh Salam sendiri bukan saja dapat mengangkat suatu masyarakat sejajar dengan masyarakat lain. Gerakan dan keikutsertaan mencipta sains teknologi akan memberikan kontribusi pada peningkatan harkat seluruh umat manusia, tanpa melihat agama dan asal usul kebangsaannya. Itulah rahmatan lil'alamin.
Abdus Salam adalah fisikawan muslim yang paling menonjol abad ini. Dia termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini yaitu gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang antara lain bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif. Selama berabad-abad kelima gaya itu dipahami secara terpisah menurut kerangka dalil dan postulatnya yang berbeda-beda.
Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya dirumuskan oleh trio Abdus Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Winberg dalam teori "Unifying the Forces". Menurut teori yang diumumkan pada tahun 1967 itu, bahwa arus lemah dalam inti atom diageni oleh tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Dua belas tahun kemudian hukum itulah yang melahirkan Nobel Fisika 1979.
Eksistensi tiga partikel itu telah dibuktikan secara eksperimen tahun 1983 oleh tim riset yang dipimpin Carlo Rubia Direktur CERN (Cetre europeen de Recherche Nucleaire) di Jenewa, Swiss. Ternyata, rintisan Salam itu kemudian mengilhami para fisikawan lain ketika mengembangkan teori-teori kosmologi mutakhir seperti Grand Theory (GT) yang dicanangkan ilmuwan Amerika Serikat dan Theory of Everything - Stephen Hawking. Melalui dua teori itulah, para fisikawan dan kosmolog dunia kini berambisi untuk menjelaskan rahasia penciptaan alam semesta dalam satu teori tunggal yang utuh. Karena kecerdasannya yang luar biasa, Salam pernah dipanggil pulang oleh Pemerintah Pakistan. Selama sebelas tahun sejak 1963 dia menjadi Penasihat Presiden Pakistan Ayub Khan khusus untuk menangani pengembangan IPTEK di negaranya.
Setelah usai masa pemerintahan Ayub Khan, Salam pergi berkeliling dunia dan bertahan cukup lama di Italia untuk menyebarkan Ilmu Pengetahuan bagi Dunia dan seluruh umat manusia. Sebagian besar usianya dihabiskan sebagai Guru Besar Fisika di Imperial College of Science and Technology, London dari 1957-1993. Sejak 1964 ia menjadi Peneliti Senior di International Centre for Theoretical Physics (ICTP) di Trieste, Italia sekaligus menjadi direkturnya selama 30 tahun.
Hingga akhir hayatnya, putra terbaik Pakistan itu mendapat tak kurang dari 39 gelar doktor honoris causa, antara lain dari Universitas Edinburgh (1971), Universitas Treste (1979), Universitas Islamabad (1979), dan Universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki, Filipina, China, Swedia, Belgia, dan Rusia. Ia juga menjadi anggota dan anggota kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional 35 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.
Abdus Salam tergolong duta Islam yang baik. Sebagai contoh, dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, Abdus Salam mengawalinya dengan ucapan basmalah. Di situ ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh keyakinan terhadap kalimat tauhid. "Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa", kata penulis 250 makalah Ilmiah Fisika Partikel itu.
Profesor Abdus Salam wafat Kamis, 21 November 1996 di Oxford, Inggris dalam usia 70 tahun dan meninggalkan seorang istri serta enam anak yaitu dua laki-laki dan empat perempuan. Ia dimakamkan di tanah air yang teramat sangat dicintainya, di kota Rabwah - Pakistan. Kita ditinggalkannya kini hanya dapat bertanya, benarkah kita juga punya rasa harga diri religius seperti rasa harga diri yang menggerakkan tokoh yang teramat dihormati oleh komunitas sains internasional ini? Yang pasti, penerima gelar Doktor Sains Honoris Causa dari 39 universitas/lembaga ilmiah dari seluruh dunia ini yang sekali waktu pernah menyebut dirinya sebagai penerus ilmuwan muslim seribu tahun yang silam, telah menyatakan dengan tegas: harga diri suatu umat kini tergantung pada penciptaan prestasi ilmiah dan teknologi.
Referensi: Putri, Naziah. 2012. Pahlawan dari Dunia Islam. Jakarta. CV Pelita Edukasi