Konsep Manajemen Diri oleh Muhammad Muzairi*
Manajemen adalah suatu proses mulai dari tahap perencanaan, organisir, aktualisasi, dan tahap pengawasan untuk mencapai sebuah tujuan. Sedangkan kepemimpinan adalah suatu seni untuk menggerakkan manusia untuk mencapai sebuah tujuan. Dalam konsep Islam, setiap individu/pribadi adalah pemimpin serta kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban. Sebelum kita memimpin orang lain, kita harus bisa memimpin diri sendiri. Karena musuh terbesar kita adalah bukan orang lain, bukan orang luar tapi diri kita sendiri yaitu mengalahkan hawa nafsu kita. Dikutip dari Chandra Natadipurba dalam buku 101 Ekonomi Islam yang disadur dari Delapan Mata Air Kecemerlangan oleh Anis Matta tentang konsep manajemen diri dalam Islam.
1. Konsep Diri
Misi hidup manusia itu justru sudah diberikan oleh Allah SWT yaitu menjadi hamba dan wakil Allah SWT di muka bumi. Manusia muslim hanya perlu menyadarinya dan melaksanakannya sekuat tenaga. Untuk menjalankan misi tersebut manusia diberikan umur yang misterius, potensi yang relatif dan lingkungan yang ditakdirkan, sehingga yang perlu ia lakukan adalah mengembangkan potensi diri sebaik-baiknya dan tanggap dalam sebaik-baiknya.
2. Cahaya Pikiran
Pikiran adalah akar dari segala tindakan, perilaku, kebiasaan, dan karakter manusia, yang pada gilirannya akan menentukan apakah ia akan sukses atau tidak. Oleh karena itu, manusia muslim harus menggunakan akal pikirannya untuk mengetahui: a) ilmu tentang identitasnya, b) ilmu tentang kemanusiaan secara umum, c) dan ilmu tentang spesialisasi yang ia akan kembangkan. Manusia muslim juga harus meningkatkan kemampuan daya pikir, baik daya serap, analisis, konstruksi, cipta, serta berpikir makro, mikro, dan spesialisasi. Aplikasinya, manusia muslim harus menjaga kejernihan pikiran, menyusun rencana pengetahuan, memperbaiki metode belajar, membangun tradisi ilmiah dan melakukan latihan berpikir.
3. Kekuatan Tekad
Pikiran menciptakan ruang bagi tindakan yang mungkin dilakukan, namun tekad memberikan manusia tenaga untuk melakukannya. Tekad yang kuat menggabungkan keyakinan, keberanian, kepastian, keteguhan, kepercayaan, dan ketegaran. Sumber tekad yang kuat adalah ketenangan, konsentrasi dan keteraturan. Sedangkan marah, banyak bicara, sikap usil, suka disanjung dan tidak tahan kritik adalah virus negatif tekad yang kuat.
4. Keluhuran Sifat
Manusia yang mencatat prestasi gemilang dalam sejarah biasanya mencapainya dengan keluhuran sifatnya yaitu cinta kebenaran, kesabaran, kasih sayang, kedermawanan, dan keberanian. Ia menyarankan hal-hal seperti pembiasaan dan ibadah sebagai upaya dalam membangun keluhuran sifat.
5. Manajemen Aset Fundamental
Aset fundamental yang setiap manusia memilikinya adalah waktu dan kesehatan, namun tidak setiap manusia mampu mencapai prestasi dalam hidupnya. Kualitas kesehatan yang ideal berturut-turut adalah sehat, bugar, kuat, dan lincah. Cara untuk menjaga kesehatan adalah kesehatan jiwa, wawasan kesehatan yang cukup dan tradisi hidup sehat. Untuk mengelola waktu yang terbatas sehingga mencapai amal yang optimal, disarankan agar waktu dikelola dengan prinsip kebertahapan, prioritas, keseimbangan, kesinambungan dan momentum.
6. Integrasi Sosial
Masyarakat adalah taman kebaikan setiap manusia, tempatnya beramal yang utama. Hal itu dapat dilakukan dengan berpartisipasi pada semua proyek kebaikan, melawan pada kemungkaran, pembawa rahmat dan berkah serta perekat yang menyatukan masyarakat yang terpecah. Hal yang akan menghambat integrasi sosial adalah angkuh, dendam, narsis, kasar, kikir, penakut dan minder. Seharusnya ia berorientasi pada persatuan, dialog dan resolusi konflik. Komunikasi yang harus dilakukan kepada masyarakat adalah memahami orang lain, menghilangkan kesenjangan jiwa, mempertemukan kesamaan, kejelasan dan kesederhanaan, bahasa tubuh dan kelapangan dada.
7. Kontribusi
Untuk memberikan kontribusi yang optimal, seorang manusia musllim harus menganalisis kebutuhan lingkungan sosial, menemukan pusat keunggulan pribadi, menetapkan kompetensi inti, serta menyiapkan amal unggulan dan menjemput momentum sejarah.
8. Konsistensi
Syarat-syarat untuk mencapai konsistensi adalah menghindari jebakan kesuksesan, obsesi pada kesempurnaan, perbaikan dan pertumbuhan berkesinambungan, harapan dan kecemasan usaha, doa dan takdir. Langkah-langkah aplikasinya adalah deteksi jebakan dan menghindarinya, taubat integral, manusia pembelajar, rindu pada surga yang todal pernah pupus dan doa yang tidak henti-hentinya. Akhirnya, pada akhir kehidupannya manusia muslim akan mencapai derajat husnul khatimah (akhir yang baik).
Penulis adalah Ketua Karang Taruna Tunas Harapan Desa Banjar Sari kandidat Sarjana Akuntansi di Universitas Mataram