Sebagai bentuk pengembangan program bantuan sosial pangan, Kementerian Sosial (Kemensos) mulai awal 2020 mengubah Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ditransformasikan menjadi program Sembako. Transformasi menjadi program Sembako dilakukan dalam rangka mewujudkan penguatan perlindungan sosial dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial pangan kepada keluarga penerima manfaat (KPM). Dengan transformasi tersebut diharapkan Prinsip 6T dapat lebih tercapai, yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat harga, tepat kualitas, dan tepat administrasi.
Pada program Sembako, indeks bantuan ditingkatkan dan jenis komoditas yang dapat dibeli oleh KPM diperluas tidak hanya berupa beras dan telur seperti program BPNT. Hal tersebut sesuai arahan Menteri Sosial, Juliari P Batubara, yang menyampaikan pada tahun 2020 indeks BPNT akan dinaikkan bantuannya dari semula Rp110.000,-/KPM/bulan menjadi Rp150.000/KPM/bulan.
Selain itu disampaikan pula oleh Menteri Sosial bahwa penambahan komoditas selain beras dan/atau telur juga perlu memperhatikan gizi bagi masyarakat. “Adanya peningkatan indeks BPNT dari Rp110ribu menjadi Rp150ribu per KPM per bulan, dimana tambahan Rp40ribu per bulan itu kami rekomendasikan untuk membeli daging, ikan, ayam, dan kacang-kacangan,” kata Mensos usai menjalankan rapat di kantor Kemenko PMK beberapa waktu lalu.
Sejalan dengan arahan Menteri Sosial, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin (Dirjen PFM), Andi ZA Dulung menyampaikan bahwa dengan adanya kenaikan indeks bantuan dan penambahan jenis bahan pangan tersebut diharapkan pengeluaran KPM dapat ditekan dan mereka menjadi lebih mandiri. “Kenaikan (indeks bantuan) ini selain bertujuan untuk menekan pengeluaran mereka (KPM), tujuan lainnya adalah untuk membentuk mereka menjadi lebih mandiri," kata Dirjen PFM.
Program BPNT yang akan bertransformasi menjadi Program Sembako juga memberikan kontribusi pada penurunan persentase penduduk miskin dan ketimpangan pengeluaran penduduk di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22 persen, angka tersebut menurun 0,19 persen jika dibandingkan pada bulan Maret 2019 yang sebesar 9,41 persen. Selain itu menurut BPS, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio pada September 2019 adalah sebesar 0,380, angka tersebut menurun 0,002 poin jika dibandingkan Gini Ratio Maret 2019 yang sebesar 0,382.
Penyaluran dana program Sembako dilakukan melalui mekanisme uang elektronik dengan alat pembayaran berupa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Dana bantuan tersebut digunakan hanya untuk membeli komoditas bahan pangan yang telah ditentukan untuk program Sembako di Elektronik Warung Gotong Royong (e-Warong) dan tidak dapat diambil tunai. Disamping itu, pilihan komoditas bahan pangan selain beras dan telur harus tetap memperhatikan kandungan gizi yang bersumber dari karbohidrat, protein hewani, protein nabati, maupun vitamin dan mineral.
Secara singkat, program bantuan sosial pangan sebelumnya merupakan Subsidi Beras Sejahtera (Rastra), dan mulai ditransformasikan menjadi BPNT pada tahun 2017 di 44 kota terpilih. Selanjutnya, pada tahun 2018 program Subsidi Rastra secara menyeluruh ditransformasi menjadi program Bantuan Sosial Pangan yang disalurkan melalui skema nontunai dan Bansos Rastra.
Pada akhir 2019, program Bantuan Sosial Pangan di seluruh kabupaten/kota dilaksanakan dengan skema nontunai atau BPNT. Hingga pada tahun 2020, program BPNT yang telah dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia tersebut dikembangkan menjadi program sembako dalam rangka mewujudkan penguatan perlindungan sosial dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial pangan.
Tujuan dari program Sembako adalah mengurangi beban pengeluaran KPM melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan; memberikan gizi yang lebih seimbang kepada KPM; meningkatkan ketepatan sasaran, waktu, jumlah, harga, kualitas, dan administrasi; dan memberikan pilihan dan kendali kepada KPM dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Manfaat dari program Sembako adalah meningkatnya ketahanan pangan di tingkat KPM sekaligus sebagai mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan; meningkatnya efisiensi penyaluran bantuan sosial; meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan keuangan dan perbankan; meningkatnya transaksi nontunai dalam agenda Gerakan Nasional Nontunai (GNNT); dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan.
Dengan adanya program Sembako, diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran KPM dalam hal makanan, sehingga dapat membuat sebagian kebutuhan dasar masyarakat miskin terpenuhi. Selain itu, penambahan jenis bahan pangan yang diberikan dari program ini diharapkan dapat meningkatkan gizi masyarakat.
Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1298304/kemensos-transformasi-program-bpnt-menjadi-program-sembako