Majelis Ulama Indonesia (MUI) terbitkan Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Qurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Selasa (31/05/2022).
Ketua MUI bidang Fatwa, Asrorun Niam menjelaskan, pada fatwa ini dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yakni hukum umum, hukum berqurban dengan hewan yang terkena PMK, dan panduan qurban untuk mencegah peredaran wabah PMK.
A. Hukum Umum
1) Hukum berqurban adalah sunnah muakkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal, dan mampu:
2) Waktu penyembelihan qurban pada usai sholat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah sampai dengan tanggal 13 Dzulhijjah sebelum maghrib;
3) Laki-laki yang berqurban disunnahkan untuk menyembelih sendiri atau menyaksikan langsung;
4) Hewan qurban diharuskan sehat, tidak cacat ataupun sakit, dan cukup umur; dan
5) Jika berqurban dengan hewan yang cacat ringan maka hukumnya sah, sedangkan jika hewan yang cacat berat hukumnya tidak sah.
B. Hewan Qurban Terkena PMK
1) Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis ringan, maka hukumnya sah dijadikan hewan qurban;
2) Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis berat, maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan qurban;
3) Hewan yang terkena PMK dengan gejala berat, tetapi sembuh dari PMK dalam rentang waktu qurban (10-13 Dzulhijjah), maka hukumnya sah dijadikan hewan qurban;
4) Hewan yang terkena PMK dengan gejala berat, tetapi sembuh dari PMK setelah rentang waktu qurban, maka sembelihannya dianggap sedekah bukan hewan qurban;
5) Tanda hewan yang sudah divaksin ataupun diberikan cap/ear tag sebagai identitas, tidak akan menghalangi keabsahan hewan qurban.
C. Panduan Qurban Cegah Peredaran Wabah PMK
1) Umat Islam yang berqurban dan menjual hewan qurban, wajib menjaga kesehatan hewan sesuai dengan standar yang ditetapkan Pemerintah;
2) Umat Islam yang melaksanakan qurban tidak diharuskan menyembelih sendiri ataupun menyaksikan proses penyembelihan;
3) Panitia qurban dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan, proses pemotongan, dan penanganan daging, jeroan, dan limbah;
4) Untuk mengatasi pembatasan pergerakan ternak pada wabah PMK, umat Islam bisa berqurban di daerah sentra ternak baik secara langsung ataupun diwakilkan oleh orang lain, kemudian umat Islam juga bisa berqurban melalui lembaga sosial keagamaan yang memiliki program pemotongan qurban dari sentra ternak.
5) Lembaga sosial keagamaan yang memfasilitasi pemotongan qurban diharapkan meningkatkan sosialisasinya dan menyiapkan layanan qurban yang menghubungkan calon pequrban dan penyedia hewan qurban;
6) Daging qurban bisa didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau olahan;
7) Panitia qurban atau lembaga sosial tadi wajib menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan demi mencegah penyebaran virus PMK;
8) Pemerintah diwajibkan menjamin ketersediaan hewan qurban yang sehat dan memenuhi syarat. Selain itu, Pemerintah juga diwajibkan melakukan pencegahan agar wabah PMK bisa dikendalikan;
9) Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan qurban; dan
10) Pemerintah wajib menyediakan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan hewan qurban melalui Rumah Potong Hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI.
Fatwa ini sendiri ditandatangani oleh Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Amin Suma dengan Miftahul Huda, beserta Ketua dan Sekretaris dari Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Niam Sholeh dan Amirsyah Tambunan.
Download: https://drive.google.com/file/d/1F2qd_IHhsuOOz_F1zDzbFyUtoURmjlHF/view?usp=sharing
Sumber: https://www.tvonenews.com/berita/nasional/43987-ini-isi-lengkap-fatwa-mui-tentang-hewan-kurban-di-tengah-wabah-pmk?page=all